Di usianya yang masih belia 20 tahun, nama Raden Achmad Rachmatulloh adalah seorang figur yang alim, bijak, berwibawa dan banyak mendapat simpati dari masyarakat.
Sebagai seorang yang pandai dengan ilmu-limu agama, dia dipercaya Raja Majapahit untuk berdakwah dan menyebarkan agama Islam di Surabaya (dulu namanya Ampel Dento).
Dia pun memimpin sebuah dakwah di Surabaya, namun karena terkendala tempat, Raden berinisiatif bersama masyarakat sekitar membangun sebuah masjid pada tahun 1421 M, untuk media dakwahnya.
Ditempat tersebutlah, Raden Achmad yang kini dikenal sebagai Sunan Ampel menghabiskan masa hidupanya di masjid itu. Hingga akhirnya pada tahun 1481 meninggal dunia, dan makamnya pun terletak disebelah kanan depan masjid Ampel.
Masjid yang dikenal sebagai masjid terbesar nomor dua di Surabaya ini, kini tidak henti-hentinya diramaikan para penjiarah yang ingin melihat langsung makam Sunan Ampel dari dekat.
Bahkan setiap menjelang dan selama bulan ramadhan makam dan masjid Sunan Ampel di Surabaya selalu dipadati pengunjung. Di tempat ini konon, kabarnya menjadi tempat berkumpulnya para ulama dan Wali Allah dari berbagai daerah di tanah Jawa.
Ditempat ini pula, para ulama membicarakan ajaran Islam sesuai petunjuk Allah. Sekaligus membahas metode penyebarannya di Pulau Jawa.
Masjid Sunan Ampel yang dibangun dengan gaya arsitektur jawa kuno dan nuansa arab islami yang sangat lekat ini, terasa kental bagi masyarakat setempat.
Kemudian oleh warga Ampel Masjid dan makam Sunan Ampel dibangun sedemikian rupa agar orang yang ingin melakukan sholat di masjid dan berziarah dapat merasa nyaman dan tenang. Hal ini tampak jelas dengan dibangunnya lima Gapuro (Pintu Gerbang) yang merupakan simbol dari Rukun Islam.
Dari arah selatan tepatnya di jalan Sasak terdapat Gapuro bernama Gapuro Munggah, dimana pejiarah akan menikmati suasana perkampungan yang mirip dengan pasar Seng di Masjidil Haram Makkah, yang menggambarkan seorang muslim wajib naik haji jika mampu.
Setelah melewati lorong perkampungan yang menjadi kawasan pertokoan yang menyediakan segala kebutuhan, mulai busana muslim, parfum, kurma dan berbagai assesoris orang yang sudah pernah melakukan ibadah haji lengkap tersedia di pasar Gubah Ampel Suci.
Kemudian pejiarah dapat melihat sebuah Gapuro Poso (Puasa) yang terletak di selatan Masjid Sunan Ampel. Kawasan Gapuro Poso ini memberikan suasana pada bulan puasa Ramadhan, yang artinya seorang muslim wajib berpuasa.
Selesai melewati Gapura, pejiarah akan memasuki halaman Masjid, disana akan tampak bangunan Masjid Induk yang megah dengan menaranya yang menjulang tinggi yang dibangun oleh Sunan Ampel, dan sampai sekarang masih tetap utuh baik menara maupun tiang penyangganya.
Banyak para pejiarah menghabiskan waktunya untuk salat, berzikir, tadarus dan bahkan tidak sedikit pejiarah yang berdoa di samping makam Sunan Ampel.
Setelah selesai, perjalanan dapat dilanjutkan, dan pejiarah akan menjumpai Gapuro Ngamal, yang artinya bershodaqoh. Shodaqoh itupun digunakan untuk pelestarian dan kebersihan kawasan Masjid dan Makam. Itupun menggambarkan Rukun Islam tentang wajib zakat.
Gapura lainnya yang letaknya tidak jauh dari tempat tersebut yakni Gapuro Madep, persis di sebelah barat Masjid Induk, dan disana para pejiarah akan menjumpai makam Mbah Shanhaji, sebagai simbol arah kiblat Masjid Agung Sunan Ampel, yang menggambarkan sholat menghadap kiblat.
Terakhir, para pejiarah akan melihat Gapuro Paneksen untuk masuk ke makam. Ini menggambarkan sebagai syahadat "Bersaksi tiada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad utusan Allah".
Hal lain yang dapat menjadi daya tarik pejiarah adalah, dilokasi tersebut terdapat sumur yang dulu dibuat oleh Sunan Ampel dan pengikutnya.
Masyarakat sekitar meyakini, dengan meminum air sumur yang berada di belakang masjid akan membawa berkah tersendiri.
Selain sumur, bentuk peninggalan unik bernilai religi dan berarsitektur Islami lainnya adalah masjid yang masih berdiri kokoh.
Menurut sejarah, dalam masa penjajah, masjid yang berbahan kayu jati yang didatangkan dari beberapa wilayah di Jatim ini punya 'karomah' tersendiri.
Bahkan, saat kolonial membombardir Surabaya dengan peluru dari berbagai arah, dan menimbulkan kerusakan di sana-sini. Masjid Ampel tidak terusik atau mengalami kerusakan sedikitpun.
"Kata orang tua-tua dulu tempat ini berkaromah. Selalu dilindungi Allah," ujar Ibrahim warga keturunan Arab yang mengatakan lima generasi diatasnya lahir dan berdagang di kawasan Ampel, Surabaya.
Hingga kini, kawasan Masjid Ampel semakin terkenal. Tidak hanya dari dalam kota, pengunjung terus berdatangan dari berbagai penjuru tanah air dan manca negara, karena tidak ingin menyia-nyiakan tempat bersejarah itu.
Guna melindungi dan melestarikan budaya dan sejarah bangsa, pemerintah Provinisi Jawa Timur menjadikannya masjid tersebut sebagau cagar budaya dan kawasan wisata religi, terus melalukan pemugaran.
Tidak ketinggalan, di lokasi ini banyak ditemukan pedagang kaki lima yang menjual berbagai aksesoris keperluan salat, pernak-pernik, berbagai makanan khas Ampel 'Kue Ebi', hingga ditemukan makanan Arab atau yang disebut 'gulai Arab'
Terima kasih telah membaca artikel kami, dan nantikan artikel kami berikutnya.
Indah Negeriku
0 komentar:
Posting Komentar